Monday, April 30, 2007

Bobroknya negeriku (23/8-'03)

Bobroknya negeriku Topic List < Prev Topic | Next Topic >
Reply | Forward < Prev Message | Next Message >
Pemerasan/pungli/sogok itu tidak dilakukan sembunyi2 lagi,sudah layaknya jual beli saja.
Hasil pemerasan/pungli/sogok itu tidak hanya untuk petugas yang bekerja dibalai KIR (Ujung Menteng) itu saja,tapi secara berjenjang akan di-upeti-kan sampai ke Kepala Kantornya dan ahirnya sebagian dengan digabung dengan upeti2 dari unit2 pelayanan dilingkungannya yang lain (a.l terminal2) akan diupetikan ke Gubernurnya.Tentunya penyampaian itu tidak menyebut hasil pemerasan dan tidak menyebut sumbernya, hanya disampaikan begitu saja,dan ceritanya Gubernurnya menerimanya secara acuh tak acuh karena upeti itu wajib hukumnya.Upeti2 ini mulai dari paling rendah (juru kir) hingga ke Kepala Kantornya dan terus ke Gubernurnya adalah suatu upaya dalam rangka masing2 ybs tidak terpental dari kedudukan/ jabatannya. Persislah seperti sistim upeti pada jaman penjajahan Belanda dulu.Kalau dulu sistim upeti ini resmi direstui Penjajah maka sekarang ini dilakukan petugas bawahan tidak resmi dengan atasan pura2 tidak tahu.
Kejadian2 ini tdaklah sulit menemukannya dilapangan se hari2,karena kelihatannya adalah receh2an saja;tapi bila dijumlah bisa jutaan tiap hari,puluhan s/d ratusan juta tiap bulan dan milyaran tiap tahun.
Kita mengetahui dampak dari perbuatan itu disamping kerugian masyarakat diperas juga dampak2 lingkungan a.l polusi ,kecelakaan dll.
Pertanyaan klasik akan mereka lontarkan:"Mana buktinya?"
Sekali lagi saya tantangin para LSM yang kebanyakan banyak ngomong omong kosong ,banyak publikasi diri untuk popularitas murahan untuk berhenti ngomong omong kosong dan turun membantu masyarakat dalam mentaati peraturan2 yang dibuat pemerintah/ penguasa itu terhindar dari pemerasan2 sistimatis.
Kalau para LSM ini tidak juga berkarya nyata dalam membantu masyarakat memberantas pemerasan2 ini maka nanti dapat disimpulkan bahwa ngomong omong kosongnya yang sering kedengaran di media massa,seminar dlsb adalah dalam rangka popularitas diri sambil menunggu kesempatan masuk kelingkaran kekuasaan dimana pun, agar dapat ikut menjarah negeri ini dan ikut kebagian hasil pemerasan .

GD

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0308/23/metro/506701.htm

Pelaksanaan Kir di DKI Hanya Formalitas

Jakarta, Kompas - Masuk akal jika rencana pemerintah melaksanakan uji kelaikan jalan atau kir bagi kendaraan roda empat milik pribadi serta semua kendaraan roda dua mulai tahun 2004 dikhawatirkan mengundang kolusi. Sebab, kir yang dilakukan Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Ujung Menteng, Jakarta Timur, menurut sebagian besar pengemudi, semuanya "bisa diatur".

Menurut Suparman, seorang pengemudi angkutan umum yang enggan disebut trayek kendaraannya, tes emisi buangan, rem, lampu, serta kondisi bodi kendaraan hanya sekadar untuk memenuhi persyaratan kir enam bulan sekali. "Lolos tidaknya kir, itu bisa diatur," katanya, Jumat (22/8).

Jaim, pengemudi lain, menyatakan hal yang sama. "Kalau bodi kendaraan rusak, biasanya memang kita disuruh pulang. Tapi, kalau kita punya uang, sodorkan saja, Rp 30.000 gitu, paling petugasnya langsung berlagak tidak melihat," katanya.

Padahal, untuk hal sepele seperti tidak ada karet lis pintu atau kaca, kendaraan sudah dinyatakan tidak laik. "Kasih saja Rp 10.000 atau Rp 20.000, pasti selesai," kata Jaim.

Pengujian rem ternyata juga bisa ditawar dengan uang. "Memang ada pengukur elektronik. Tetapi, kalau kurang-kurang sedikit, itu bisa diatur. Biasanya disawer Rp 20.000 juga sudah selesai. Begitu juga dengan lampu, kalau mati-nyala atau nyalanya kecil, tarifnya juga Rp 20.000," timpal Ujang.

Jika mau lebih gampang, kata Cak Pong, pengemudi truk, calo dapat disewa. "Semua pemeriksaan hanya formalitas, paling dua jam sudah selesai," kata Cak Pong yang berasal dari Surabaya.

Seorang calo mengatakan, "Kalau mau mengekir truk, bawa saja fotokopi STNK, paling dua jam saja sudah selesai. Biayanya cuma Rp 200.000 kok."

Kolusi saat kir itu dibenarkan peneliti Program Transportasi Yayasan Pelangi, Andi Rahma. "Jika peraturannya tidak diubah, kir akan terus menjadi lahan yang sangat ’basah’," katanya.

Sepakat

Rahma sendiri sebenarnya sepakat jika kir juga diberlakukan kepada mobil pribadi dan sepeda motor. Apalagi, pencemaran karena emisi gas buang dari kendaraan yang tidak laik demikian tinggi. Saat ini, kir dilakukan oleh pemilik kendaraan secara sukarela, namun di waktu mendatang harus ada aturannya.

Menurut Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan BPLHD DKI Jakarta Yunani Kartawiria, Rancangan Peraturan Daerah tentang Udara, yang saat ini telah selesai dibahas bersama masyarakat dan LSM, juga mengatur uji emisi gas buang. Nantinya, kendaraan akan diuji emisi setiap kali perpanjangan STNK. "Uji emisi itu satu bagian dari kir yang dilakukan Dinas Perhubungan DKI," katanya.

Rahma mengatakan, angkutan umum memang banyak yang melanggar ketentuan emisi, namun itu terjadi juga pada kendaraan pribadi.

"Saat ini saja, di Jakarta ada empat juta kendaraan bermotor. Bandingkan dengan angkutan umum yang hanya 5.000 saja, sementara mobil pribadi terus bertambah. Bayangkan jika satu mobil mengeluarkan emisi hidrokarbon satu gram per kilometer. Udara Jakarta akan makin tercemar," katanya.

Desi Rijanti, peneliti Urban and Regional Development Institute, menambahkan, kir bagi kendaraan pribadi harus dibarengi dengan pengawasan ketat. "Harus dibuktikan, apakah kir tidak menimbulkan suap-menyuap," ujarnya. (IVV/NIC)