Saturday, April 28, 2007

[INDONESIA-L] KELANA-5: Pegawai Negeri bukan abdi dalam. (19/6-'99)

Date: Sat, 19 Jun 1999 15:38:34 -0600 (MDT)
Message-Id: <199906192138.PAA21510@indopubs.com>
To: indonesia-l@indopubs.com
From: apakabar@Radix.Net
Subject: [INDONESIA-L] KELANA-5: Pegawai Negeri bukan abdi dalam.
Sender: owner-indonesia-l@indopubs.com

Selama ORBA maka Pegawai Negeri baik sipil maupun TNI adalah penguasa2 kecil
yang mengabdi kepada atasannya atau dalam istilah kerajaan sebagai abdi
dalem.
Penggunaan istilah pamong praja yang berarti yang melayani rakyat pada
pegawai negeri adalah sebatas diatas kertas saja,dalam prakteknya adalah
sebagai pangreh praja,yang berarti yang berkuasa atas rakyat,sehingga
rakyatlah yang melayani penguasa.

Kesalahan pelaksanaan pengurusan negara seperti ini sudah harus diahiri
pada masa reformasi ini,agar negara demokrasi itu benar2 dapat terwujud.

Penggunaan istilah Pemerintah itu sendiri seharusnya dirobah saja seperti
yang telah banyak dilontarkan di apakabar ini diganti dengan istilah
Pengurus negara atau Penyelenggara negara saja,agar makna penguasa,otoriter
dan top down nya hilang.

Pada masa Orba,maka para pegawai negeri itu akan berlomba lomba dengan
segala macam cara untuk bisa menduduki jabatan2,karena pada jabatan itu
melekat fasilitas2 dan kemudahan2 untuk memperoleh penghasilan tambahan
dengan penyalah gunaan jabatan itu,karena jabatan2 itu tidak menjanjikan
gaji yang cukup untuk kesejahteraannya.Presiden saja konon gajinya hanya
satu setengah juta sebulan, dan karena jabatannya dapat tunjangan atas beban
negara paling2 sampai 3 juta.

Pemerintah ORBA dengan sengaja membuat penghasilan Pegawai Negeri itu kecil,
sehingga dengan demikian akan berlomba2 mengabdi kepada atasannya dengan
harapan akan memperoleh kemudahan dan fasilitas memperoleh penghasilan
tambahan dimana hal ini diperoleh apabila menduduki jabatan2.(dengan
pemiskinan pada batas tetentu (digantung),maka kesetiaan akan diperoleh).

Dikantor kantor Pemerintah Orba tidak pernah ada gejala untuk mendirikan
serikat sekerja,karena takut dilibas atasannya dan tidak memperoleh jabatan
hingga
nasibnya akan berantakan .

Seluruh Pegawai Negeri dihimpun masuk kedalam organisasi Korpri,dan tidak
ada yang akan berani menolak,karena bila menolak akan dikeluarkan dari
pegawai negeri secara paksa atau masa depannya akan suram seumur
hidup,padahal organisasi Korpri itu tidak pernah memikirkan kesejahteraan
anggotanya,tapi hanya sebagai wadah penekan kepada pegawai negeri itu
sendiri,dan telah berobah menjadi alat birokrasi dan menjadi struktur
birokrasi.

Sebagaimana telah dilakukan pegawai Negeri Deppen dan BUMN2 yang telah
keluar dari Korpri,maka sudah saatnya organisasi itu dibuburkan.
Unit2 kantor Pengurus negara dibiarkan membentuk serikat2 nya masing2 untuk
memikirkan kesejahteraan anggotanya,dan lepas dari pengaruh kantor itu,yang
juga sebagai patner kantor itu untuk memikirkan kesejahteraan pegawai negeri
itu.

Strategi gaji Pegawai Negari yang kecil itu diperkuat dengan berlindung
dibalik jargon pembangunan,sehingga anggaran yang ada sebagian besar
digunakan untuk anggaran pembangunan,dimana anggaran ini kemudian
diselewengkan oleh para pejabat2 abdi dalam itu dengan berbagai cara yang
seolah legal tapi palsu sampai kepada penjarahan besar2an.
Contoh yang legal tapi palsu seperti seorang pejabat katakanlah Menteri yang
dapat menerima honorarium atas beban Negara dari seluruh instansi dibawahnya
apakah instansi strukturnya atau BUMN dibawah binaannya .
Dapat dibayangkan berapa ratus instansi dibawahnya dan dapat dibayangkan
berapa penerimaan pejabat itu setiap bulan bila tiap instansi memberikan
satu juta saja (untuk tingkat menteri).Untuk tingkat2 dibawahnya tentu lebih
kecil,tapi hal itu terjadi sampai pada tingkat yang paling rendah.
Belum penghasilan dari penjarahan,dari mulai laporan palsu hingga mark up
nilai
dst.

Apakah semua pegawai Negeri dapat fasilitas dan kemudahan seperti itu?
Sebagian besar Pegawai Negeri hidup berkekurangan hingga perlu mencari
tambahan penghasilan halal diluar atau dibantu oleh istrinya/suaminya.
Hanya segelintir para pegawai Negeri yang berjabatan memperoleh itu.

Dalam masa Pengurusan Negara Reformasi hasil pemilihan umum ini sudah
saatnya pola pembinaan Pegawai negeri itu harus di robah.

Jargon pembangunan yang menyedot anggaran hingga penghasilan pegawai negeri
itu rendah terus,harus diahiri.

Pengurus negara yang serba menangani langsung seluruh pembangunan itu sudah
harus diahiri,dirobah dengan pembangunan dimana negara hanya yang mengatur
dan memfasilitasi pembangunan oleh masyarakat/swasta,kecuali untuk hal2 yang
memang
peranan negara satu2 nya yang dapat diandalkan.
Tanpa Negara langsung terlibat pembangunan itu secara fisik,pelaksanaan
pembangunan itu sendiri akan tetap berlangsung bila
peraturan,ketentuan,insentif ,fasilitas dan kemudahan (dalam arti
positif)untuk pembangunan itu disiapkan oleh Negara.

Swastanisasi tidak hanya menjual asset2 negara kepada swasta,tetapi juga
untuk mengadakan mulai dari baru baik itu prasarana dan fasilitas
social/umum lebih2 sektor produksi.

Pegawai Negeri itu harus dicukupkan kesejahteraannya agar dapat melayani
rakyatnya dengan baik.Sesudah anggaran untuk Pegawai negeri itu
dicukupkan,maka
akan tampil pegawai negeri yang tidak lagi memikirkan kesejahteraanya dan
dapat bekerja penuh melayani masyarakat baik langsung atau tidak langsung.
Setelah itu,apabila pendapatan Negara/Daerah yang diperoleh dari pajak dan
retribusi itu masih sisa,baru kemudian digunakan untuk pembangunan
prasarana/ infrastruktur yang paling mendasar untuk keperluan rakyat itu.
Jangan terbalik dimana selama ini keperluan anggaran pembangunan dulu yang
ditetapkan baru sisanya untuk rutin.
Bila tidak ada,maka pembangunan itu dapat diserahkan kepada swasta dengan
tentu
pengaturan2 pengembalian modal swasta itu diatur dengan baik.

Dengan demikian pegawai negeri itu tidak akan berlomba lomba lagi mengabdi
kepada atasannya untuk memperoleh jabatan;pegawai Negeri itu akan bersedia
ditempatkan dimana saja,karena hasilnya sama saja,dan tidak harus berlomba2
bekerja dikota2 besar.

Pengejaran jabatan yang lebih tinggi tidak lagi didasrkan pada perolehan
fasilitas dan kemudahan untuk dapat menyalahgunakan jabatan itu,tapi
mengejar
perolehan kesejahteraan yang lebih baik karena gaji yang lebih besar
disamping motivasi pemenuhan harkat pribadinya.

Disamping itu tentunya peraturan2 menyangkut pengawasan/pembinaan pegawai
negeri itu perlu disempurnakan agar pelaksanan tugas dan pengawasannya
berjalan dengan baik pula.

kelana