Sunday, April 29, 2007

[INDONESIA-L] KELANA - Sutiyoso Memang Bodo? (38) (19/12-'99)

Date: Sun, 19 Dec 1999 14:56:08 -0700 (MST)
Message-Id: <199912192156.OAA29574@indopubs.com>
To: indonesia-l@indopubs.com
From: apakabar@Radix.Net
Subject: [INDONESIA-L] KELANA - Sutiyoso Memang Bodo? (38)
Sender: owner-indonesia-l@indopubs.com

Date: Sat, 18 Dec 1999

Dibawah ini saya kutip menyangkut pembakaran oleh massa kompleks Doulos,
Cipayung,Jkt Timur sbb:

1.Kompas 17/12:
"Sutiyoso menjelaskan, ada kesalahan yang dilakukan yayasan yang dipimpin Royandi Hutasoit tersebut. Yaitu, sudah aktif melakukan kegiatan keagamaan meski belum ada izin Pemda. Namun, tidak berarti massa lalu boleh menghukum penyimpangan itu."

2.Suara Pembaruan 17/12 menyatakan a.l sbb:
"Di pihak lain, tersebar pula isu bahwa Wakil Gubernur DKI bidang Kesra terlibat dalam kasus penyerbuan itu. Sehubungan dengan isu ini, Kapolda menyatakan pihaknya masih perlu mencek kebenarannya.
Sementara itu Wakil Gubernur DKI bidang Kesra Djaelani, yang ditemui Jumat (17/12) pagi, di Jakarta, menyatakan tidak dapat menerima isu tersebut.
''Itu fitnah,'' tandasnya."

3.Kompas 18/12:
"Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso melarang pengelola Wisma Doulos mendirikan kembali bangunan Yayasan Doulos di lokasi semula, karena tidak sesuai peruntukannya. Selama ini bangunan yayasan tersebut menyimpang dari izinnya semula yakni untuk wisma, bukan kegiatan lainnya."

4.Media Indonesia 18/12:
"JAKARTA (Media): Presiden Abdurrahman Wahid menegaskan ada unsur politik dalam peristiwa pembakaran Sekolah Tinggi Theologia Doulos di Cipayung, Jakarta Timur, karena itu, Polri harus menangkap dalangnya.
Presiden mengaku tahu ada unsur politik di belakang pembakaran dan pembunuhan. `Saya sudah mendapat laporan Kapolda dan saya meminta dia mencari dalangnya. Kalau kedapatan, tangkap lalu bawa ke pengadilan,`` ujar Presiden."

Beginilah kemampuan daya pikir seorang Gubernur/Kepala Daerah yang sebenarnya habitatnya adalah lingkungan pertahanan Negara yang bermotto 'bunuh sebelum dibunuh', tapi karena jenjang karirnya disana mentok/nggak memenuhi kwalifikasi maka dibuang dan dialih tugaskan keluar habitatnya mengurusi pemerintahan yang multi dimensi/kompleks dengan modal ilmu 'bunuh sebelum dibunuh' saja.

Soetiyoso ini adalah Gubernur warisan dan kroninya Soeharto/Orba,yang memang cocok dan tidak masalah pada masa itu karena memang pendekatan yang digunakan pada masa itu dalam pemerintahan adalah pendekatan keamanan/kekuasaan,sehingga modal 'bunuh sebelum dibunuh' cukup untuk menjadi Gubernur,karena merangkap jadi mandor/centeng kroni Soeharto.

Dia asal ngrocos mau cari benar sendiri dengan mencari kesalahan pihak lain saja (mempersalahkan Doulos karena tidak punya izin/ mem-bunuh lebih dulu), tanpa dapat memikirkan apa dampak dan konse-kwensi dari pernyataannya itu secara social /politis kemasyarakatan.
Berbagai pihak dan Gus Dur sudah menyatakan/dan menduga bahwa peris-tiwa itu berlatarbelakang politis,maka harus ditangani secara cermat dan tepat.

Dengan pernyataan Sutiyoso itu maka pihak2 pengrusak dan pembantai itu yang berbuat dengan dilatarbelakangi motif2 politis mendapat angin pembenaran dan legitimasi atas perbuatannya,dan akan mencari obyek2 baru yang sejenis yang menurut justifikasi politis mereka layak dan harus diratakan/dibumi hangus kan,dan sambil lalu sebagai suatu modus untuk mengadakan pemerasan2.

Untuk ini Sutiyoso agar bersiap2 diri menghadapi kenyataan yad,karena menurut informasi yang pernah saya peroleh bahwa kira2 70 % bangunan hunian dan bangunan umum/social milik masyarakat di Jakarta tidak memiliki izin.Menurut informasi itu,bangunan2 TMII tidak ada izin bangunannya dari Pemerintah Jakarta, demikian bangunan2 mewah dikompleks eksklusif didaerah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.

Disisi lainnya kita akan menncermati dikemudian hari sampai sejauh mana Gubernur satu ini akan bisa menjaga bangunan2 baik untuk kepen-tingan umum maupun social keagamaan yang punya izin,tidak terkena pengrusakan dan pembantaian dari para ekstremist2 itu.

Tetapi dilain pihak suatu kebetulan dengan kebegoan itu justru menguak tabi kebobrokan pemerintah/Gubernur itu sendiri termasuk Gubernur sebelumnya yang tidak becus menjalankan pemerintahan,dimana daerahnya terdapat sebuah Yayasan yang telah melakukan suatu kegiatan dibidang social selama 6 tahun sejak 1993,yang perizinannya baru sekarang dipermasalahkan. Seharusnya dia juga mempermasalahkan bangunan2 lainnya seperti saya sebut diatas yang diperkirakan 70% tanpa izin,atau dia akan meminta bantuan para perompak dan ekstremist itu untuk membumi hanguskannya.

Dilain pihak dengan adanya isu keterlibatan Wagub Djaelani seperti diberitakan Suara Pembaruan saya kutib diatas dan dihubungkan dengan pernyataan Sutiyoso yang menolak pembangunan kembali bangunan Doulos itu,mengundang suatu pertanyaan jangan2 Sutiyoso juga tidak terlepas dari kejadian itu,karena Djaelaniitu adalah bawahannya?

Apabila peristiwa ini dihubungkan lagi dengan peristiwa tuntutan FPI pendudukan kantor Gubernur yang meminta agar seluruh tempat hiburan di DKI Jakarta harus ditutup selama bulan puasa,dihubungkan lagi dengan penutupan Kramat Tunggak yang tergesa gesa,yang semuanya langsung disetujui Sutiyoso bego ini,padahal berdampak social yang cukup berat, dimana bidang ini seluruhnya adalah bidangnya Wagub Djaelani ini,maka dapat ditarik suatu
benang merah hubungannya,bahwa Sutiyoso ini telah masuk dalam perangkap permainan Djaelani dengan kelompok ektrim dibelakangnya?Ataukah Sutiyoso ikut secara sadar dalam permainan itu,dengan tujuan penciptaan keresahan/pertentangan/ instabilitas social atau lebih jauh memancing huru hara atau Amboni-ssasi seperti banyak dilontarkan berbagai pihak?

kelana