Sunday, April 29, 2007

[INDONESIA-L] KELANA: Voting >< Rekayasa (29) (3/10-'99)

Date: Sun, 3 Oct 1999 14:40:02 -0600 (MDT)
Message-Id: <199910032040.OAA02023@indopubs.com>
To: indonesia-l@indopubs.com
From: apakabar@Radix.Net
Subject: [INDONESIA-L] KELANA: Voting >< Rekayasa (29)
Sender: owner-indonesia-l@indopubs.com

Date: Sat, 02 Oct 1999

Voting dengan electronic/komputer di negara2 maju dapat dian- dalkan, karena integrity petugas (sekretariat) dan peserta sidang yang sangat tinggi,sehingga proses2 voting dapat berjalan secara jujur/fairness.Orang2 yang terlibat dalam voting itu baik yang punya hak suara maupun tidak punya sudah merupakan manusia2 yang profesional sehingga menjunjung tinggi prinsip2 kejujuran (fairness) dan keterbukaan(transparance).

Walaupun voting itu dilaksanakan secara manual,mis dengan cara petugas (sekretariat) menghitung orang yang ngevote/voter,si petugas dengan nilai2 profesional dan kejujurannya takut berbuat alpa/khilap/tidak cermat,apalagi salah hitung lebih2 sangat takut untuk curang.

Cara voting dengan electronic di sidang SUMPR kita sekarang ini yang sangat strategis ini sepatutnya ditolak dulu,karena pada ahirnya sarana2 itu tetap atas kendali manusia yang profesionalisme dan integritas pengendalinya masih tandatanya/diragukan.

Cara voting dengan electronic ini adalah cara voting secara rahasia/ tertutup yang tidak transparan yang pada masa sekarang di kita hal ini sangat berbahaya karana ganmpang dimanipulasi.

Cara voting secara terbuka yang dipilih adalah tepat untuk menghindari manipulasi/rekayasa2 dan menghindari money politics dan sekali gus pendidikan demokrasi bagi kita untuk transparan, jujur dan bertanggung jawab atas pilihannya dan menunjukkan integritas diri.

Realitas kejadian acara voting SUMPR tadi malam (2/10) sangat memalukan sekali.Perbuatan2 alpa/khilap/tidak cermat,salah hitung dan curang telah terjadi secara nyata didalam sidang itu.Keamburadulan ini akan semakin besar bila digunakan cara elektronik,karena dengan
cara manual saja yang dibawah control langsung oleh sidang masih amburadul.

Mula2 sebelum voting peserta sidang diumumkan 583 suara,ternyata hasil voting pertama berjumlah 671 suara;selisihnya 88 suara.... ........betul2 menyedihkan,tidak profesional,tidak jujur,tidak terbuka.

Kemudian diralat bahwa peserta sidang sebanyak 640 suara,jadi dari hasil voting pertama ada selisih 31 suara.....ini merupakan akibat rendahnya profesionalisme yang berakibat kepada alpa/ khilap/tidak cermat/salah hitung dan curang berbaur jadi satu.

Hasil voting kedua menghasilkan jumlah suara yang masuk sebanyak 638 suara,dan hasil voting ketiga menghasilkan jumlah suara yang masuk sebanyak 642 suara.

Menyedihkan dan menyakitkan hasil kerja yang demikian itu,hasil kerja dari suatu hajat yang menentukan nasib dari 200 juta jiwa rakyat Indonesia minus 700 jiwa peserta sidang yang dipercaya mewakili rakyat itu.Kalau dirata rata maka tiap wakil rakyat itu mewakili kira 286.000 suara rakyat,jadi sangat berat beban yang dipikul tiap2 wakil rakyat itu,jadi sangat tidak bermoral untuk dimain2in.

Dari pengamatan kami atas cara2 voting yang dilakukan maka kelemahan2 itu terjadi karena:

-Mental instant/jalan pintas,tidak profesional(tidak cemat,tidak ahli,tidak fair/mau bohong), rekayasa, mark up/down masih sangat merasuki hampir seluruh mental rakyat Indonesia selama 32 tahun ini,yang walaupun disumpah untuk menjalankan pekerjaannya tidak ada maknanya, karena Tuhan maha pengampun,sehingga kalau berbuat salah cukup dengan diam2 minta pengampunan kepada Tuhannya (kalau masih percaya adanya Tuhan itu);apalagi kalau tidak percaya adanya Tuhan,maka sumpah itu dianggap "bullshit" saja.Kelihatannya ini yang terjadi dinegara kita selama 32 tahun ini,dimana sumpah2 yang dilakukan baik untuk Presiden, pejabat Negara, pegawai Negeri,pengadilan dan persumpahan2 lainnya dianggap enteng atau bullshit saja, terbukti dengan amburadulnya penyelenggaraan Negara yang penuh denganperampokan,perompakan,penjarahan harta Negara dan nyawa manusia lemah besar2an.

-Peranan Sekjen dan petugasnya yang sangat besar dalam mekanisme kerja Dewan termasuk perhitungan suara itu adalah salah kaprah dan keliru,sehingga seolah2 nasib rakyat Indonesia itu diserahkan kepada tangan sekjen dan perangkatnya saja,sedangkan para anggota Dewan
yang terhormat itu yang seharusnya kerja keras sudah terbiasa bermental priayi/ pangeran2/ bangsawan yang duduk2 menerima hasil kerja orang lain dan kerjaannya hanya ngomong dan protes doangan,tapi tidak mau berbuat/kerja keras.

Sangatlah mengecewakan dan ironis pilihan voting seseorang wakil rakyat yang mewakili nasib rakyat itu cukup dipercayakan kepada petugas yang tidak mewakili siapa2 itu untuk mencatatnya, hingga putusan pilihan terahir bukan oleh wakil rakyat itu tapi ditangan petugas itu sendiri melalui pena dan kertasnya untuk dipool ke meja sekjen yang juga tidak mewakili siapa2, kecuali kepentingannya/ apalagi kalau ada sponsornya.

Beberapa saran dari anggota dewan telah dilontarkan dalam sidang itu,yang banyak diantaranya cukup fair untuk dilaksanakan yang bila dilaksanakan akan menghasilkan proses voting yang transparan dan jujur a.l:

-Yang berada diruang sidang hanyalah anggota yang syah dengan menunjukkan kartu tanda peserta dan surat pengangkatannya,dimana pemeriksaan ini oleh tim2 kecil yang dibentuk oleh partai2 dan utusan golongan/daerah dari dewan itu ,bukan oleh Sekjen dan perangkatnya,
sekaligus anggota2 tim itu mengadakan kontrol antar mereka.

-Pelaksanaan voting dengan hanya berdiri saja,hanya efektif dalam sidang2 kecil dengan paling banyak peserta kira2 50 orang,karena masing2 peserta masih dapat melihat,mengawasi dan menghitung sendiri sebagai alat cross check atas kerja yang ditugasi menghitung.

-Pelaksanaan voting untuk sidang yang melebihi 50 orang maka peserta sidang tidak akan mampu lagi menghitung sendiri,melihat dan mengawasi sehingga peranan petugas penghitung sangat dominan,dan ini sangat berbahaya seperti masalah mental petugas seperti saya kemu-
kakan diatas.Cara seperti ini adalah warisan ORBA yang menggampang kan masalah dan cendrung sandiwara2 saja.

-Untuk proses voting dalam sidang yang besar seperti ini tidak ada jalan lain kecuali dengan satu persatu peserta maju kedepan dengan menunjukkan kartu peserta dan surat pengangkatan keanggotaannya, sebagai perwujudan tanggungjawabnya mewakili rakyat yang memilihnya, dan kemudian menuliskan pilihannya (dikertas yang disediakan didepan) dan menyampaikannya kepada tukang baca/ketua sidang untuk membacakannya pada waktu itu juga dan mencatatkannya dipapan tulis disaksikan seluruh peserta.

Proses maju kedepan itu dapat diatur satu persatu apakah dimulai dari barisan terdepan mulai dari kiri atau kanan,terserah,tapi yang jelas yang akan berani maju kedepan adalah orang2 yang syah saja dengan memiliki kartu tanda peserta dan surat pengangkatannya dan akan diawasi
lagi oleh para peserta yang hadir,dan maju kedepan itu sekaligus menunjukkan keutuhan sikap pribadinya memikul amanat rakyat yang memilihnya dan siap memtanggungjawabkan pilihannya kepada pemilihnya itu.

Bagi peserta yang berhak tapi tidak mau maju kedepan,atau lalai untuk maju kedepan maka dia kehilangan haknya untuk voting tapi itu tetap adalah haknya.

Dengan demikian jumlah peserta pelaksanaan voting dapat saja berobah obah setiap waktu pada masa sidang itu (bila terdapat beberapa kali event voting),dan itu tidak merupakan masalah karena pelaksanaan voting itu dilaksanakan langsung tanpa melalui petugas.

Kelihatannya hal ini sangat memakan waktu banyak dan melelahkan,tapi demi kejujuran dan transparansi yang sangat mahal itu hal ini mutlak dilakukan,sekaligus menunjukkan kepada rakyat Indonesia yang mereka wakili bahwa mereka betul2 memegang teguh tanggungjawab yang dibebankan kepada mereka dengan berbuat (action) sendiri,tidak bersifat priayi/ pangeran/ bangsawan yang hanya perduli pada diri sendiri saja yang biasanya hanya banyak omomg tapi tidak berbuat apa2 (no action, talk only).

kelana