Friday, April 27, 2007

[INDONESIA-L] KOLOM - Supriyadi (13/5-'98)

To: indonesia-l@indopubs.com
From: apakabar@clark.net
Subject: [INDONESIA-L] KOLOM - Supriyadi
Sender: owner-indonesia-l@indopubs.com

To: Apakabar@clark.net
Date: Wed, 13 May 1998

1.Arogansi kekuasaan.

Korban telah berjatuhan.
Moses Gatotkaca gugur di Jogyakarta akibat kekerasan kekuasaan
pada 8 Mei yll.Enam Mahasiswa Tri Sakti Jakarta gugur akibat
kekejian kekuasaan pada 12 Mei kemarin.
Ini adalah resultante pendekatan keamanan yang dijalankan
kekuasaan Pemerintah selama 32 tahun ini dengan ABRI sebagai
pelaksananya.
Kekerasan sudah menjadi darah daging kekuasaan Pemerintah
melalui ABRI dalam perwujudan keamanan selama ini.
Keamanan dengan kekerasan sudah menjadi dalil yang harus
diterima rakyat selama ini.
Motto bunuh dulu sebelum dibunuh adalah dalil yang sudah
mendarah daging dalam tubuh ABRI dalam pendekatan keamanan
yang diterapkan kepada rakyat Indonesia selama ini.
Persuasif bagi ABRI hanyalah pendekatan,sedang represif
adalah pelaksanaannya.
Melarang mahasiswa keluar kampus/turun kejalan mengadakan
unjuk rasa adalah juga merupakan wujud kekerasan dalam
pendekatan keamanan oleh ABRI.Keluar kampus/turun kejalan
menurut dalil ABRI sudah merupakan perbuatan yang dapat
menggangu keamanan dengan alasan dapat dimanfaatkan oknum
tidak bertanggungjawab,dan harus DILARANG.
ABRI tidak bisa mengerti bahwa REAKSI kekerasan pengunjuk
rasa adalah akibat dari AKSI kekerasan ABRI dalam wujud
MELARANG2 itu.
Dengan tragedi Nasional Tri Sakti maka ABRI yang merupakan
PENGAWAL Negara (bukan pengawal Penguasa)sudah harus merobah
pendekatan keamanan dengan MELARANG yang berbau kekerasan itu
dengan MEMBIARKAN dan MELINDUNGI mahasiswa dan pengunjuk rasa
itu bergerak kemana saja kemana maunya dengan mengawal mereka,
karena mereka berunjuk rasa karena cintanya kepada Negara dan
Bangsanya.

Supriyadi.


2.Kemerosotan ekonomi.

Tragedi Nasional Tri Sakti telah membuat kemerosotan perekonomian
Negara kita,ditandai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap
dollar.Bunga SBI yang tinggi tidak ada manfaatnya dalam menjaga
nilai rupiah.
Pejabat2 di BI dan Dept.Kewangan adalah pejabat2 yang asal menja-
lankan perintah atasannya (Soeharto) saja,tidak pernah memberikan
masukan yang objectif karena takut dipecat.
Pejabat2 BI dan Dept.Kew. itu sebenarnya paham dan sangat mengerti
bahwa keadaan ekonomi( termasuk moneter) itu tidak bisa hanya di-
pengaruhi oleh kebijaksanaan dibidang ekonomi ( moneter) saja,tapi
juga harus dipengaruhi terutama oleh kebijaksanaan dibidang politik
/hukum pada sekarang ini.Miranda pernah mengatakan itu,bahwa
kebijaksanaan suku bunga SBI tinggi akan berhasil menguatkan nilai
rupiah asal kondisi2 lain mendukung,yang maksudnya keadaan
politik/hukum,keamanan terjamin.Para pejabat BI dan Dept.Kew itu
juga tau bahwa keadaan poltik/hukum dan keamanan di Indonesia itu
bisa terjamin bila dan hanya bila diadakan reformasi total menuju
kearah keterbukaan dan demokrasi dibidang itu??!
Apakah pejabat2 BI dan Dept.Kew yang memang tidak membidangi hal
itu,tapi tau harus diselesaikan bagaimana,pernah mengusulkan itu
kepada Soeharto??!
Kalau para pejabat itu tidak pernah mengusulkan itu,dan tidak akan
berani mengusulkan itu,maka daripada sdr.2 membuat kebijaksanaan2
dibidang ekonomi/moneter yang tidak akan membawa hasil ,maka lebih
baik sdr.2 mengundurkan diri dari jabatan2 sdr.itu daripada membuat
susah rakyat,yang dapat mengancam keselamatan sdr dikemudian hari.
Dengan atau tanpa sdr.2.,ekonomi Negara ini tetap akan tidak dapat
dikendalikan lagi selama keadaan politik/hukum dan keamanan ini
belum di reformasi.
Keadaan ekonomi ini dapat dikendalikan dan diatur kembali bila
telah diadakan reformasi dibidang politik/hukum terlebih dulu.
Sdr.2. adalah para intelektual dan pakar,yang harus bertangung
jawab atas keberhasilan kebijaksanaan yang diambilnya tanpa
melemparkan tanggungjawab kepundak orang dibidang lain yang ikut
mempengaruhi,karena seorang pakar/intelektual lebih2 pejabat negara
harus berpikir dan mengkaji dan bertindak secara lintas sektor
secara bersama-sama,integral dan komprehensif.


Supriyadi.

No comments: