Monday, April 30, 2007

Re: Fw: Ludes! (lnjtn) (6/8-'03)

Re: Fw: Ludes! Topic List < Prev Topic | Next Topic >
Reply | Forward < Prev Message | Next Message >
Lanjutan tulisan saya terdahulu:

Tulisan saya terdahulu seperti dibawah sebenarnya belum tuntas,tetapi karena waktu untuk meneruskan tidak cukup karena ada kerjaan mendadak perlu didahulukan,maka saya putuskan untuk disimpan-send saja kedalam out box,dan komputer saya tinggal pergi sebentar dalam keadaan on.
Sekembalinya dari luar ,ternyata sepeninggal saya program mail saya mengadakan connect otomatis dan ter-send-lah tulisan saya yang belum tuntas itu ,walaupun materi yang terkandung sudah cukup bermaknalah.
Kita anggap saja itu bagian satu dan sambungannya seperti lanjutan dibawah ini :) : D
===========================================================
Penguasa Hindia Belanda digantikan penguasa bangsa sendiri yang sama sekali baru.
Penguasa2 bangsa sendiri (a.l para bupati2,wedana,mandor,centeng dll) binaan Belanda dizaman Hindia Belanda itu yang merupakan bagian dari pemerintahan Belanda waktu itu hampir semuanya dipinggirkan dan diganti muka2 baru yang haus kekuasaan dan kenikmatan sebagai imbalan dari perjuangan dan penderitaan yang dialami selama ini sebelum kemerdekaan .
Maka didalam pelaksanaan pemerintahan sistem upeti terus berjalan walaupun tidak lagi merupakan sistem formal dan rakyat kebanyakan yang tidak kebagian kekuasaan tetap menjadi sumber upeti/pemerasan.
Asset Belanda yang sempat dinyatakan dikuasai Negara (tidak sempat dijarah ) sebagian besar tidaklah untuk kepentingan bangsa dan negara tetapi lebih banyak untuk kepentingan kelompoknya atau pribadi2.

Tetapi pada masa '45 s/d 65 ,walaupun banyak ditemui praktik2 upeti/pemerasan/KKN oleh para penguasa2 baru yang haus akan kekuasaan dan kenikmatan seolah olah kompensasi dan balas dendam akan penderitaan yang dialami sebelumnya pada zaman Hindia Belanda tetapi masih banyak juga ditemui manusia2 Indonesia yang walaupun berkuasa tetapi yang idial,bermoral dan berintegritas tinggi.Salah satunya dari sekian banyak yang demikian adalah bung Hatta.
Pada masa ini praktik2 upeti/pemerasan/KKN oleh sebagian besar masih dikerjakan secara sembunyi2 karena masih adanya rasa malu dari ybs.untuk dilihat oleh umum/orang lain.

Intensitas praktek2 upeti/pemerasan/KKN itu menjadi jadi setelah Orba berkuasa lebih2 pada periode diatas '80 an.
Hampir disegala lini kekuasaan baik dari yang terendah (RT) s/d Presidennya menggunaakan kekuasaan itu untuk KKN.
Praktik2 budaya KKN ini bukan hanya terjadi di pemerintahan/birokrasi saja tapi juga di perusahaan2 swasta baik terhadap perusahaan itu sendiri maupun terhadap negara dengan terjadinya kompromi2 menggerogoti negara.
Otak dan perasaan manusia pada masa Orba telah dijejali dengan budaya tiada hidup tanpa KKN dan harus menerimanya.

Setelah Orba tumbang,manusia2 yang meneruskan pemerintahan dan yang mewarisi negara ini adalah produk2 Orba yang telah dicekoki dengan budaya KKN itu.
Kekuatan yang menjatuhkan Orba yang menamakan dirinya kekuatan reformasi ternyata setelah berkuasa tidak ada bedanya dengan pendahulunya karena cara pikir dan rasanya telah dijejali dengan budaya KKN Orba ditambah dengan adanya rasa berjasa dan ingin memperoleh kompensasi atas penderitaan2 yang dialami pada masa Orba yang tidak kebagian.

Maka saya kembali ketulisan saya pada posting terdahulu (spt dibawah)::

Rasa pesimistis kita untuk memilih satu dari elit2 negeri ini atau calon2 yang mengajukan diri itu sangat menguasai kita.
Hal ini muncul karena perasaan kita dan otak lita sudah sangat dalam dipengaruhi ketidak percayaan sedikitpun kepada mereka,dilatarbelakangi oleh pengalaman kekecewaan demi kekecewaan kepada pemimpin2 negara yll hingga yang sekarang ini termasuk kepada elit2 negara sekarang ini baik dieksekutif,legislatif maupun judikatif..

KKN itu sudah merupakan penyakit kronis negeri ini,yang sangat2 sulit memberantasnya.
KKN itu telah merasuki seluruh lapisan masyarakat itu baik itu di masyarakat,swasta maupun pemerintah karena sudah membudaya.Apabila kesempatan ber KKN itu muncul maka keempatan itu tidak akan disia sia kan.

Selanjutnya :bagaimana????

Semua akan mengatakan perlu pemberantasan KKN itu sampai keakar2nya,tetapi kita tahu dan sadar bahwa sambil jalan semuanya menunggu dalam kesempatan pertama akan melakukan praktik2 KKN itu..

Apakah mungkin lebih baik dan akan realistis bila kita menerima apa adanya yang berarti bahwa kita terima saja KKN itu adalah merupakan bagian dari hidup negeri ini,karena sebenarnya semuanya sudah terlibat atau paling tidak bila ada yang belum,tetap akan berpotensi akan terlibat karena sebenarnya hanya menunggu giliran?
Kalau negeri ini sepakat demikian maka tinggal merombak/menyempurnakan seluruh perangkat peraturan/per UU yang ada menyesuaikan diri dengan budaya KKN yang telah diterima itu. :-(
Gila juga ide ini yah,atau kita teruskan dengan sikap ber 'ethok2' ? ;- )

GD