Monday, April 30, 2007

tetap berkubang di mental ORBA/KKN (22/8-'03)

tetap berkubang di mental ORBA/KKN Topic List < Prev Topic | Next Topic >
Reply | Forward < Prev Message | Next Message >

PKB bukan partai baru lahir.

PKB termasuk lima besar pemenang pemilu 1999 yll.

PKB adalah partai yang penghuninya berbasis NU dan diurus oleh elite/tokoh NU a.l GD.

PKB adalah termasuk partai yang lahir pada era reformasi yang bermotto anti mental/moral ORBA/KKN.

Tetapi kalau sudah menyangkut untuk kepentingan sendiri maka para kader/elite/tokoh partai itu kembali berkubang ke mental/moral jahilliah 'menghalalkan segala cara',mental/moral ORBA /KKN yang ditentangkannya.

PKB ini adalah sebuah institusi (politik /partai) yang akan berjalan bila digerakkan oleh manusia2 yang berada didalamnya.

Kasus PKB ini adalah ibarat gunung es yang nongol ditengah lautan saja.

Kasus PKB ini memberikan gambaran sebenarnya bagaimana serius sakitnya bangsa/negara ini :' (

http://www.kompas.com/kompas%2Dcetak/0308/22/opini/505231.htm

Kok Bisa Partai Politik Tertipu Begitu Mudah

KITA tentu tertawa membaca berita mengenai partai politik yang tertipu ketika dimintai dana verifikasi. Banyak parpol yang dihubungi orang yang mengaku Ketua Verifikasi Partai Politik, tetapi baru satu yang mengaku memenuhi permintaan tersebut yakni Partai Kebangkitan Bangsa.

Pertanyaan yang segera muncul, mengapa begitu mudah parpol itu bisa tertipu? Bukankah modus penipuan seperti itu sudah sering terjadi dan ditulis di koran-koran?

Bisakah kita terima, ketertipuan itu sebagai sebuah keluguan? Ataukah itu mencerminkan sikap kita untuk menggampangkan persoalan?

TERUS terang kita khawatir dan menakutkan hal yang terakhir itu. Kita sering begitu mudahnya mengeluarkan uang untuk kepentingan tertentu, karena diperkirakan hal itu akan menguntungkan diri kita.

Mustahil parpol mau mengirimkan uang dalam jumlah besar kepada Ketua Verifikasi Partai Politik kalau tidak ada motifnya. Motif yang segera bisa kita tangkap adalah keinginan agar verifikasi yang dilakukan kepada parpol tersebut dipermudah dan dipercepat.

Sekarang ini memang parpol-parpol sedang menunggu hasil verifikasi yang dilakukan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Hasil verifikasi itu akan menentukan apakah mereka berhak atau tidak mengikuti Pemilihan Umum 2004 yang akan datang.

KALAU motif dari parpol-parpol itu adalah untuk melancarkan proses verifikasi, lalu kualitas parpol seperti apa yang akan kita dapatkan di pemilu mendatang.

Apakah bisa kita percaya bahwa pemberian itu sebagai sebuah ketulusan, sebuah kepedulian kepada sebuah lembaga negara? Ataukah ini dianggap sebuah investasi yang diyakini bisa diperoleh kembali ketika berkuasa kelak.

Dari pengalaman selama ini, sulit kita membayangkan adanya sikap tanpa pamrih itu. Selalu ada udang di balik batu, dari setiap langkah yang ditempuh.

INILAH persoalan yang lebih dalam yang harus kita renungkan di balik kasus penipuan terhadap parpol-parpol itu. Apalagi kalau kita kaitkan dengan keinginan kita mengusung program reformasi itu yakni memberantas dan menghapuskan KKN, korupsi, kolusi dan nepotisme.

Mustahil kita bisa memberantas KKN, kalau perilaku para pemimpin kita juga erat dengan segala hal yang berbau KKN. Pemberian uang dengan motif tertentu merupakan cikal bakal dari perilaku KKN itu.

Hal seperti itu memang bukan hanya dilakukan oleh parpol-parpol saja. Dalam perikehidupan kita sehari-hari, kita biasa melakukan hal seperti itu. Untuk mengurus KTP atau SIM, tidak mau repot-repot pakai uang pelicin. Untuk mengurus paspor, tak mau capek beri uang pelicin. Bahkan ketika melanggar peraturan lalu lintas, kita memilih memberi uang daripada harus dikenai bukti pelanggaran.

MEMBERI dengan motif tertentu sepertinya sudah menjadi keseharian kita. Kadang-kadang kita melakukannya sebagai rasa belas kasihan. Tetapi, cara seperti itu jelas sangat tidak mendidik dan akhirnya justru semakin menyuburkan perilaku KKN.

Perilaku KKN memang tidak harus yang besar-besar, yang mencapai triliuan atau miliaran rupiah. Tindak KKN bisa terjadi pada tingkatan yang lebih kecil seperti urusan SIM atau KTP tadi. Tetapi, mulai dari yang kecil itulah kita menganggap biasa ketika kemudian uang pelicinnya meningkat menjadi ratusan ribu, jutaan, miliaran, hingga triliunan rupiah.

LALU mau dibawa ke mana negeri ini, kalau hal-hal seperti itu kita anggap biasa? Dari mana pula kita harus memulai perbaikan itu?

Kita sependapat bahwa semua itu harus dimulai dari yang kecil. Kita memulai dari diri sendiri, dari keluarga terdekat kita untuk tidak atau menolak korupsi.

Menarik sebuah diskusi yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch dua hari lalu yang membahas soal "Perempuan Tolak Korupsi". Para pembicara mengajak para istri dan juga anak-anak untuk selalu mempertanyakan uang yang diperoleh suami untuk kebutuhan keluarga. Setiap keluarga diajak untuk memulai gerakan melawan korupsi.

TUGAS kita bersama adalah membangun kualitas kehidupan dan manusia Indonesia yang lebih baik. Kita harus mampu melahirkan manusia-manusia yang mempunyai integritas dan berkarakter yang baik.

Jujur kita sering merasa sedih melihat kualitas bangsa ini. Apalagi ketika dominasi materialisme sepertinya begitu menguasai kehidupan bangsa ini. Sepertinya harta kekayaan itu merupakan segala-galanya dan kita sampai rela untuk mengorbankan martabat serta harga diri demi mencapai kepentingan yang satu itu.

MASIH adakah ruang dan waktu untuk memperbaiki semua itu? Kita tentunya percaya bahwa semua ini masih bisa diperbaiki, karena dasar yang dimiliki bangsa ini tidak seburuk seperti yang kita lihat sehari-hari.

Persoalannya kita tidak memiliki para pemimpin yang mampu membawa bangsa ini menuju ke perbaikan. Kita mengecam perilaku masa lalu yang penuh dengan praktik KKN dan menggantinya. Namun, para penggantinya ternyata tidak lebih baik dari yang sebelumnya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa keadaan sekarang ini jauh lebih buruk, lebih liar dari masa lalu yang kita kecam itu.

Selain memulai dari rumah kita masing-masing, kita membutuhkan pemimpin yang bisa memberikan contoh. Kita membutuhkan lagi pemimpin seperti Mohammad Hatta yang tidak pernah silau oleh kemilau harta.

Ketika kita berhasil mendapatkan pemimpin yang tegas, yang tidak pandang bulu, berani menegakkan hukum dan peraturan, niscaya kita bisa memerangi KKN. Singapura, Korea Selatan, dan Cina sudah membuktikan, ketika ada seorang pemimpin yang bersih dan tegas, maka KKN itu bisa diberantas.

***